Masa Penahanan Nikita Mirzani Diperpanjang

Masa penahanan Nikita Mirzani dalam kasus dugaan pemerasan dan pengancaman resmi diperpanjang hingga 1 Juni 2025. Kabar ini disampaikan langsung oleh kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid, yang mengaku baru menerima informasi tersebut dari pihak kepolisian.

“Iya benar, saya baru dapat informasi tadi malam bahwa masa penahanan diperpanjang 30 hari, sampai 1 Juni 2025.” Ujar Fahmi saat ditemui di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan.

Fahmi menjelaskan, perpanjangan penahanan ini masih sesuai aturan karena kasus yang menjerat kliennya termasuk dalam tindak pidana berat.

“Kalau ancaman hukuman di atas sembilan tahun, memang bisa diperpanjang penahanannya. Tapi yang jadi catatan, pihak yang melakukan penahanan juga berbeda.” Ucap Fahmi.

Walau penahanan diperpanjang, Fahmi memastikan Nikita Mirzani tidak dipindahkan ke lokasi lain. Namun, ia mempertanyakan alasan aparat hukum yang terus menahan kliennya meskipun belum melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan.

“Yang jadi pertanyaan, kenapa masih ditahan terus? Kalau memang bukti sudah cukup, seharusnya bisa langsung dilimpahkan. Jangan justru terlihat masih bingung cari bukti. Ini jadi pertanyaan besar.” Tegas Fahmi.

Fahmi berpendapat bahwa Nikita seharusnya bisa bebas jika setelah masa penahanan selesai, kasus ini tidak kunjung naik ke pengadilan.

“Ya itu namanya lepas demi hukum, jadi itu secara otomatis. Kalau ini 30 hari diperpanjang-diperpanjang lagi, 30 hari tidak ada kepastian hukum untuk dinyatakan lengkap. Maka itu namanya lepas demi hukum dan harus keluar. Itu otomatis.” Ucap Fahmi.

Fahmi berkeyakinan saat ini pihak yang melaporkan Nikita masih mencari bukti pendukung lain, untuk memperkuat dalilnya dalam persidangan.

“Saya kan gak bisa jelaskan, yang jelas prosesnya seperti ini. Yang saya tahu ada beberapa proses di mana dia masih mencari bukti.” Ucap Fahmi.

Nikita Mirzani lantas mempertanyakan alasan atas penahanan dirinya. Pasalnya jika memang melakukan penahanan kepada Nikita, seharusnya yakin dengan adanya bukti-bukti di dalam perkara tersebut.

“Bukan buktinya dicari-cari lagi sekarang, tolong sampaikan kepada teman-teman masyarakat supaya bisa menilai bagaimana proses hukum terhadap dirinya yang terjadi saat ini.” Ucap Fahmi.

Fahmi juga mengungkap adanya perubahan dalam kehidupan Nikita selama berada di tahanan. Ia menyebut ibu tiga anak itu terlihat lebih religius.

“Jadi pernah sekali saya ketemu, dia bilang ‘mohon maaf bang saya gak bisa lama, saya lagi ngaji’. Jadi berarti dia lagi mengkhatamkan dia punya aktivitas religiusnya, itu lebih baguslah ya.” Ungkap Fahmi.

Walau demikian, Fahmi mengaku belum sempat mendalami lebih lanjut soal perubahan tersebut.

“Tapi saya gak mungkin terlalu dalam tanya-tanya karena saya hanya datang sebentar hanya minta tanda tangan. Setelah itu ya saya gak mengikuti. Nanti saya coba tanya lagi kalau ketemu.” Pungkas Fahmi.

Penyidik Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya telah mengirimkan berkas perkara kasus pemerasan dan pengancaman dengan tersangka artis Nikita Mirzani dan asistennya berinisial IM. Namun berkas tersebut dikembalikan jaksa lantaran belum lengkap.

“Di tahap awal, penyidik mengirimkan berkas perkara ke jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada surat JPU bahwa ada beberapa hal yang harus dilengkapi penyidik, ada surat P19.” Jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi.

Penyidik saat ini masih melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk jaksa. Ade Ary mengatakan berkas perkara tersebut akan dikirimkan kembali kepada jaksa pada pekan depan.

“Minggu depan setelah proses pelengkapan itu penyidik akan mengirimkan kembali ke JPU,” Ujar Kombes Ade Ary.

Sebagai informasi, Nikita Mirzani bersama Mail Syahputra dan dr. Oky Pratama dilaporkan oleh Reza Gladys Prettyani Sari atas dugaan pemerasan dan pencemaran nama baik.

Tak hanya itu, mereka juga dilaporkan atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Atas kasus ini, Nikita dijerat dengan Pasal 27B ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.