Cerita Qory Sandioriva Yang Berjuang Melawan Covid-19

Tidak banyak yang tahu, ternyata Qory Sandioriva telah berjuang melawan Covid-19 dengan komorbid autoimun pada pertengahan tahun ini. Hal ini disampaikannya setelah menjadi bintang tamu gelar wicara virtual baru-baru ini.

“Sekarang autoimun muncul lagi karena saya terpapar Covid-19 pertengahan 2021. Dari tiga kini jadi enam organ tubuh yang mesti disembuhkan,” cerita Puteri Indonesia 2019 itu.

Melawan penyakit autoimun saja sudah susah, apalagi mendapatkan “bonus” berupa positif virus Covid-19. Namun, mantan istri Ramon Y. Tungka ini tidak patah semangat.

Bintang film Purple Love ini mengatakan, bagian paling berat saat melawan Covid-19 sekaligus autoimun adalah saat dua minggu pertama. Minggu berikutnya, kondisi semakin memburuk.

“Proses paling berat adalah pada saat dua minggu pertama terasa lebih sakit, kemudian setelah dua minggu makin parah karena adanya penyakit bawaan yang sudah saya miliki,” tuturnya.

“Setelah negatif (Covid-19), ada komplikasi dari autoimunnya yang tadinya sudah membaik jadi kambuh kembali seperti awal lagi,” ujar Qory Sandioriva.

Ia pun menceritakan gejala awal autoimun yang dialaminya. Mulai dari sakit sendi yang dikiranya karena jarang olahraga, kepala pusing yang disangka akibat siklus menstruasi bulanan, kemudian kulit yang terasa perih walau hanya disentuh dengan jari tangan. Menurutnya, rasa perih juga semakin terasa di bagian kulit kepala.

“Bahkan dipegang saja sangat perih apalagi kulit kepala, mungkin karena dekat saraf. Sejak itu saya notice ada yang enggak benar (di tubuh saya),” Puteri Indonesia 2009 itu bercerita.

Puncaknya adalah saat dimana Qory Sandioriva sempat koma selama beberapa hari.

“Pertama kali saya kena itu sempat koma 3 sampai 4 hari. Pas saya bangun pun bertanya-tanya kenapa enggak bisa makan. Kenapa berat badan saya turun drastis 10 kg dalam waktu satu minggu?” kata Qory Sandioriva yang terkena autoimun sejak dirinya berusia 16 tahun.

Putri Indonesia kelahiran Jakarta, 17 Agustus 1991 ini mengatakan, kecanggihan teknologi yang ada saat ini memungkinkan pasien masa kini bisa mendapatkan kejelasan status kesehatan yang lebih cepat. Di era Qory Sandioriva, tahun 2000-an, untuk menegakkan diagnosis autoimun membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun lamanya.

“Perjalanan saya cukup panjang, analisis dokter sekarang satu sampai dua tahun (beres). Kalau saya dulu sampai tujuh tahun. Baru di tahun ketujuh mendapat diagnosis yang tegak bahwa saya terkena autoimun,” Qory Sandioriva membeberkan.

Tidak ingin tenggelam dalam kesedihan dan emosi negatif, ia melakukan penerimaan diri sembari menggali informasi dari dokter terkait organ tubuh mana saja yang terdampak dan harus disembuhkan.

“Yang pertama, sebelum terkena covid ada tiga organ yang masih saya perjuangkan yaitu, mata, saraf otak, dan juga rahim. Lalu setelah kena Covid-19 menambah tiga lagi di persendian, darah, dan juga lever,” urainya.

Qory Sandioriva mengakui, melawan autoimun setelah terpapar Covid-19 bukanlah hal yang mudah. Namun, menyerah begitu saja pada keadaan bukanlah pilihan yang tepat. Ia pun mengirim pesan kepada mereka yang bernasib sama dengan dirinya.

“Untuk sembuh harus ada niat dari dalam hati yang kuat serta kemauan atau cita-cita kita hidup di dunia ini. Saya sendiri di usia produktif ini masih banyak cita-cita yang belum saya selesaikan,” katanya.

“Saya masih ingin menjadi seorang ibu dan istri yang baik, dan masih ingin bermanfaat bagi orang lain dengan apa yang saya emban saat ini untuk memberikan motivasi bagi sesama,” pungkas Qory Sandioriva.